Bijeh Pade


Oleh : Relnas 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah memberikan kita akal fikiran, rahmat dan hidayah sehingga kita bisa membedakan yang hak dan yang bathil, sholawat serta salam semoga tetap mengucur deras kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Berkat beliau agama Islam tersebar luas di dunia dengan metode "rohmatan lil'alamin " Dengan ucapan bismillah dan alhamdulillah sepenuh hati, kami tim penulis merasa sangat berbahagia dengan rampumgnya makalah yang telah menjadi tugas kami dalam mencari lebar dan dalamnya ilmu pengetahuan.
Sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat belakangan inilah yang mengharuskan sebagian dari ulama kontemporer untuk menggagas kembali kajian ushul fiqih -melakuan ijtihad-, makalah yang kami susun ini semoga menjadi jalan atau jembatan untuk mengetahui segala permasalahan mengenai ijtihad kontemporer. Kami haturkan kepada para pembaca sekalian, makalah yang menurut kami jauh dari kata sempurna, makalah yang kami angkat sedikit tentang masalah ijtihad kontemporer yang relevan dengan keadaan zaman sekarang yakni zaman globalisasi ini. Kami haturkan dalam sub bahasan : v Metode-Metode Ijtihad Kontemporer v Korelasi antara Ijtihad Perseorangan dengan Ijtihad Kolektif v Beberapa Penyimpangan Ijtihad Kontemporer Kami mohon ma'af apabila dalam panuturan makalah ini terdapat kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami mohon dengan sangat kepada para pembaca sekalian. Semoga bermanfaat, dan kita mendapatkan rahmat dan ridho Alloh Swt. Amin
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang di maksud dengan ijtihad?
2.      Apa Metode-metode ijtihad kontemporer?
3.      Apa ijtihad-ijtihad kontemporer yang menyimpang?
C.     Tujuan pembahasan
1.      Untuk mengetahui makna ijtihad
2.      Untuk mengetahui metode-metode ijtihad kontemporer
3.      Untuk mengetahui ijtihad-ijtihad kontemporer yang menyimpang!
BAB II
                                                               PEMBAHASAN
A.    Pengertian ijtihad
Dalam Mu’jam Ushûl al-Fiqh (Hasan: 1998, 21) disebutkan bahwa kata al-ijtihâd (ijtihad) berasal dari kata al-juhd, yakni al-masyaqqah (kepayahan) dan ath-thâqah (kekuatan). Oleh karena itu, ijtihad menurut pengertian bahasa adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk mewujudkan perkara yang berat dan sulit. Adapun menurut pengertian istilah, ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk mendapatkan hukum syariah yang bersifat praktis dengan cara istinbâth (penggalian hukum). Dalam Taysîr al-Wushûl (Abu Rustah: 2000, 257), ijtihad menurut istilah ahli ushul fikih adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka mencari dugaan kuat terhadap hukum syariah sehingga seorang mujtahid merasa tidak mampu lagi untuk berbuat lebih dari yang telah diusahakannya.[1]
Dengan demikian, berdasarkan definisi di atas, ijtihad dapat dikatakan sebagai ijtihad yang syar’i jika telah memenuhi tiga hal: Pertama, mengerahkan segenap kemampuan sehingga seorang mujtahid merasa tidak mampu lagi untuk berbuat lebih dari yang telah diusahakannya. Kedua, usaha keras itu dilakukan dalam rangka mencari dugaan kuat terhadap hukum syariah. Ketiga, dugaan kuat itu harus berasal dari nash syariah.[2] Artinya, seseorang tidak diangap sebagai mujtahid, yakni orang melakukan ijtihad, jika dalam mencari dugaan kuat (ghalabah azh-zhann) itu tidak mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatannya, tidak untuk mencari hukum syariah dan tidak di-istinbâth-kan (digali) dari nash (dalil) syariah, yakni tidak dari al-Quran dan as-Sunnah.
B.     Metode-metode ijtihad kontemporer
Dalam memasuki era globalisasi ini, dimana masalah-masalah kontemporer secara terus menerus masuk kedalam ruang lingkup pembahasan hukum islam, maka kita sebagai umat islam perlu merumuskan metode-metode ijtihad yang relevan untuk memberi jawaban atas tantangan zaman moderen ini.[3]
Ada beberapa macam Ijtihad dan metode-metodenya dilihat dari segi relevansinya dengan masalah-masalah kontemporer, yaitu :
1. Ijtihad Intiqa’i Ijtihad ini adalah ijtihad yang dilakukan dengan cara memilih pendapat para ahli fiqh terdahulu dalam suatu masalah dengan menyeleksi pendapat yang lebih kuat dan lebih relevan untuk diterapkan pada masa sekarang . Ini selaras dengan apa yang di ungkapkan oleh Dr. Wahbah Juhaili dalam kitabnya Ushul al-Fiqh al-Islami, apabila terjadi fenomena aktual atau terdapat seseorang yang ingin melepaskan diri dari pendapat yang telah diproduk oleh para ulama, maka para mujtahid mengkodifikasikan segala hal yang berkaitan dengan pokok bahasan meliputi bahasa, ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits Nabi, fatwa-fatwa Ulama terdahulu, dan mengetahui tata cara qiyas yang masih relevan, kemudian meneliti atas fenomena tersebut tanpa mendiskriminasi satu madzhab tertentu .
2. Ijtihad Insya’i Insya’i adalah ijtihad dengan mengambil konklusi hukum dari dalam suatu permasalahan yang belum pernah di kemukakan oleh ulama’ terdahulu atau pernah dibahas tapi mujtahid kontmporer mempunyai keputusan yang berbeda dengan keputusan ulama’ sebelumnya . Dengan pengertian lain, ijtihad ini akan menghasilkan fatwa yang mencakup sebagian masalah kuno, tetapi para ulama kontemporer mempunyai fatwa baru yang lebih logis . Sebagian besar ijtihad insya’I ini terjadi pada masalah-masalah baru yang belum dikenal dan diketahui oleh ulama’-ulama’ terdahulu dan belum pernah terjadi pada masa mereka. Sesungguhnya adanya kebutuhan baru mendorong kita menciptakan sesuatu yang baru, seperti halnya mendorong kita untuk melakukan ijtihad baru .[4]
3. Integrasi antara intiqo’i dan Insya’i ijtihad integratif antara intiqo’i dan Insya’i yaitu memilih berbagai pendapat para ulama’ terdahulu yang dipandang lebih relevan dan kuat, kemudian dalam pendapat tersebut ditambahkan unsur-unsur ijtihad baru .
 4. Ijtihad Ilmi al-Ashri Metode ini ditawarkan oleh Prof. Dr. A. Qodry Azizy dalam bukunya Reformasi Bermadzhab atau dengan kata lain bisa disebut Modern Scientific Ijtihad. Ada 11 langkah yang ditawarkan beliau dalam model ini :
• Lebih mementingkan atau mendahulukan sumber primer (primary source) dalam sistem bermadzhab atau dalam menentukan rujukan.
• Berani mengkaji pemikiran ulama atau hasil keputusan hukum islam oleh organisasi keagamaan secara critical study sebagai sejarah pemikiran.
 • Semua hasil karya ulama masa lalu diposisikan sebagai pengetahuan (knowledge).
 • Mempunyai sikap terbuka terhadap dunia luar dan bersedia mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi.
• Hendaknya meningkatkan daya tanggap (responsif) dan cepat terhadap permasalahan yang muncul.
 • Mengusulkan penafsiran yang aktif dan progresif.
• Ajaran al-ahkam al-khamsah agar dapat dijadikan sebagai konsep atau ajaran etika.
 • Menjadikan ilmu fiqh sebagian dari ilmu hukum secara umum.
• Berbicara mengenai fiqh tidak dapat dilupakan harus pula berorientasi pada kajian induktif dan empirik, disamping deduktif.
 • Menjadikan mashlahah sebagai landasan penting dalam mewujudkan hukum islam.
 • Menjadikan nash sebagai kontrol terhadap hal-hal yang akan dihasilkan dalam ijtihad. Berdasarkan 11 langkah yang diatas, maka kombinasi dari sumber pokok (al-Qur’an dan al-Hadits) dan cabang (kitab-kitab fiqh) dengan optimalisasi peran akal dalam memunculkan solusi hukum adalah langkah terbaik dari dua pilihan yang sama-sama kontraproduktif di tengah eskalasi problem sosial yang menuntut ulama untuk meresponnya secara capat dan tepat
Ijtihad Jama’i Ijtihad Jama’I adalah setiap Ijtiihad yang dilakukan oleh para mujtahid untuk menyatukan pendapat-pendapatnya dalam suatu problematika . Yang dilakukan dengan mengumpulkan para mujtahid dengan para ilmuan lintas sektoral dalam satu forum musyawarah untuk membahas fenomena aktual yang terjadi. Salah satu cara efektif untuk melaksanakan ijtihad di era sekarang dimana sulitnya mencari orang yang mampu mengumpulkan segudang persyaratan ijtihad adalah melakukan Ijtihad Jama’I (Ijtihad Kolektif). Dalam aplikasinya, ijtihad jama’I meliputi dua hal. Pertama, ijtihad dalam upaya memecahkan status hukum permasalahan baru yang belum disinggung oleh al-Qur’an, al-Sunnah, dan pembahasan ulama terdahulu. Kedua, ijtihad untuk memilih pendapat yang paling sesuai dengan cita kemashlahatan kemanusiaan universal sebagai spirit ajaran islam . Tidak bisa kita pungkiri bahwa ijtihad model ini sangat berkaitan sekali dengan musyawarah. Musyawarah adalah sarana yang mulia untuk mencapai titik temu atas perbedaan pendapat, untuk mempertemukan beraneka ragam faedah, untuk memadukan ideologi, untuk menarik kesimpulan dari beberapa pendapat, dan untuk mempersatukan tujuan.
Ada tiga hal yang mendorong untuk melakukan ijtihad jama’I atau ijtihad kolektif tersebut yang memang sangat berpengaruh, yaitu :
a. Perubahan Sosial Politik dan Budaya
b. Perkrmbangan Pengetahuan Modern
c. Kebutuhan dan Tuntutan Zaman
 KORELASI ANTARA IJTIHAD FARDI DAN IJTIHAD JAMA’I
Ijtihad Fardi adalah setiap ijtihad yang dilakukan oleh perseorangan yang belum disepakati oleh para mujtahid lain dalam suatu problematika. Sedangkan Ijtihad Jama’I adalah setiap Ijtiihad yang dilakukan oleh para mujtahid untuk menyatukan pendapat-pendapatnya dalam suatu problematika . Terdapat korelasi diantara keduanya bahwa tidak memungkinkan akan terjadinya Ijtihad Jama’I apabila tidak dilakukan terlebih dahulu ijtihad yang bersifat Fardi. Karena Ijtihad Jama’I itu adalah suatu metode ijtihad yang dilakukan untuk menyatukan semua pendapat yang dihasilkan dari ijtihad Fardi tersebut, dan mencari titik temu dari semua perbedaan tersebut sebagaimana yang diutarakan diatas.
 Tidak bisa dipungkiri bahwa ijtihad akan menghasilkan sebuah fatwa, para ulama islam pada umumnya mengakui bahwa ijtihad individu yang menghasilkan fatwa individu pula. ijtihad perseorangan biasanya dilandasi studi yang lebih mendalam terhadap sesuatu masalah yang akan dikeluarkan fatwanya, sehingga para ulama berasumsi bahwa pada hakikatnya proses lahirnya fatwa kolektif itu diawali dengan kegiatan perorangan, fatwa-fatwa yang dihasilkan melalui jalan ijtihad perseorangan itu sering dijadikan hujjah dalam apologi islam bahkan kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan suatu fatwa kolektif . [5]

C.     BEBERAPA PENYIMPANGAN IJTIHAD KONTEMPORER
Banyak kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam ber-ijtihad, ijtihad dilakukan oleh mujtahid yang bukan ahlinya, berijtihad demi kepentingan individual dan kepentingan kelompok serta berijtihad berdasarkan hawa nafsu dan lain-lain Terlepas dari penyebab individual atau kelompok, factor-faktor urgen yang menjadi penyebab kesalahan dalam berijtihad, seperti yang telah diketengahkan oleh Dr. Yusuf Al-Qordhowi dalam bukunya al-ijtihad fi al-syari’ah al-islamiyyah dan juga dalam bukunya Drs.H. Rohadi Abdul fatah, M.Ag. yang berjudul Analisis fatwa keagama, antara lain sebagai berikut:
1.Mengesampingkan nash dan mengedepankan ra’yu mengesampingkan nash dan mengedepankan ra’yu adlah factor yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam berijtihad, nash al-qur’anul karim maupun dari sunnah nabi Muhammad Sawselaku Rasulullohy (delegasi Alloh Swt untuk ummat). Metode ijtihad yang dilakukan oleh ulama’ salaf maupun ulama’ kontemporer harus selalu mengacu kepada alqu’an dan al-hadish, seandainya ada suatu problematika masyarakat yang selalu membutuhkan solusi, seorang mujtahid harus merujuk kepada Al qur’an jika tidak ditemukan jawaban yang tepat beralih kepada al-hadist jika belum juga ditemukan solusi yang tepat sasaran baru kemudian menggunakan metode selanjutnya. Urutan-urutan sumber hukum seperti ini, adalah urutan yang telah dilakukan oleh sahabat sayyidina Abu Bakar ra dan sahabat sayyidina Umar bin khottob ra,dan sesuai dengan hadist nabi yang diriwayatkat oleh sahabat mu’adz bin jabal Beberapa contoh ijtihad yang mengesampingkan Nash -Alqur’an,Alhadist- antara lain: Ø memperbolehkan mengadopsi anak buangan Ø menyambung rambut atau wig Ø membolehkan gambar secara keseluruhan
2. salah memahami Nash atau menyimpang dari konteksnya Kesalahan ijtihad kontemporer terkadang tidak disebabkan oleh ketidak pahaman akan Nash atau mengabaikannya, tetapi dapat di sebabkan oleh kesalahan dan keliru dalam menginterpretasikan nash tersebut , diantara kesalahan tersebut adalah: Ø kesalah pahaman terhadap Nash atau kesalahan mentakwil kan seperti menganggap khusus kalimat yang umum Ø menganggap muqqayyad kata yang mutlak atau sebaliknya Ø dipisahkan dari konteks kalimat sebelumnya atau terpisahkan dari apa yang menguatkan dalil ijma’ yang menyakinkan dan belum belum pernah dilanggar oleh salah seorang ulama’ sepanjang zaman
3. Kontra terhadap ijma’ yang telah dikukuhkan Yang di maksud disini adalah ijma’ yang telah di yakini, yang telah menjadi ketetapan fiqih dan ijma’ itu telah diterapkan oleh semua ummat islam. Disamping itu telah disepakati oleh semua mazhab pakar fiqih dari kalangan ummat islam sepanjang masa. Ijma’semacam ini biasanya akan timbul – melainkan ijma’ yang mempunyai landasan dari Nash-nash, karena Nash tadi merupakan hujjah dan dijadikan pegangan .
4. Qiyas tidak pada tempatnya Seperti kita ketahui bersama Qiyas adalah Qiyas berarti menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena adanya persamaan illat antara keduanya Di antara letak-letak tergelincirnya ijtihad kontemporer adalah penggunaan Qiyas yang tidak pada tempatnya. Seperti meng-qiyaskan nash qath’iy dengan nash zhanniy dalam hal diperbolehkannya ijtihad dalam nash tersebut atau mengqiyaskan perkara-perkara yang sifatnya ta’abbudi murni dengan perkara adapt dan mu’amalat didalam hal memandang hukum dan maksud-maksudnya serta dalam hal mengambil kesimpulan illat-illat-nya dengan akal, yang mana illat tersebut menjadi sebab adanya hukum.
5. Kealpaan terhadap realita zaman Zaman terus berkembang dari detik sampai menuju ke-milenium dan hal ini menjadikan zaman prasejarah menuju zaman sekarang ini yang di sebut zaman modern.seorang mujtahid tidak dibenarkan lengah dari realita zaman baik budaya, pendidikan, teknologi, dan lain-lain Manusia terbawa hanyut dalam arus realita yang ada dan sikap mereka yang menyerahkan total kepada aliran modern, sekalipun aliran-aliran tersebut suatu hal yang asing bagi kaum muslimin bahkan bertenteangan dengan Islam. Mereka berusaha untuk membenarkan (melegitimasi) realita tersebut dengan memberikan sandaran hukum yang diambilnya dari Islam dengan cara penyelewengan dan paksaan,maka di balik itu , ada beberapa ulama yang berkeinginan untuk berijtihad dengan mengabaikan kenyataan yang ada pada zaman sekarang Sebagai contoh Ø penyembelihan hewan dengan mesin potong Ø mengharamkan fhoto
6. Berlebih-lebihan dalam menganggab maslhahat walaupun mengesampingkan Nash. Agama islam adalah agama yang memegang konsep rahmatan lil alamin, dapat di ambil kesimpulan bersama bahwa syariat islam mengandung segala sesuatu untuk kebaikan bagi manusia, kemaslahatan dalam kehidupan dunia dan akhirat, mencakup setiap hal yang mencakup kejahatan dan kerusakan yang membahayakan manusia, baik secara individu maupun kolektiv Sebagai contoh Ø maslahat memperbolehkan riba Ø memindahkan sholat jum’at pada hari ahad.[6]
                                                                      BAB III
                                                                    PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Demikinalah para ulama’ dan para kiyai hendaknya selalu menyerukan agama dan selalu memberikan pencerahan atas problematika yang timbul di masyarakat, karena hal ini telah menjadi suatu kewajiban bagi stiap generasi agent of change untuk selalu memperbaharui dan mengembangkan ajaran Islam yang universal. Tatanan sosial dan kehidupan modern dikatakan bukan bersumber dari sumber hukum Islam adalah semu. Kepentingan duniawi dan tipu dayanya adalah ujian hidup, bagi yang mampu menyikapinya dengan solusi agama adalah lulus dari ujian dunia. Ajaran agama Islam hendaknya sebagai palsafah hidup dan kembalinya dari setiap aktifitas kehidupan. Fikih sebagi juklak kehidupan, selalu menunjukkan wana terang bagi setiap langkah dari bangun tidur sampai kembali tidur. Fikih sebagai tolok ukur hukum Islam yang lima, adalah akan di mintai pertanggung jawaban sebuah kehidupan dihadapan penciptanya.
Makalah ini kami sampaikan, bukan untuk berani mencoba mereka-reka hukum Islam, melainkan untuk pengembangan positif atas kekurangan corak warna Fikih dalam menyikapi kehidupan yang modern. Beberapa ide dan saran tersebut diatas, hendaknya dimurajaah kepada karya ulama’ salaf yang shalih. Paling tidak kemabli pada karya-karya al-Madzahib al-Arbaah dan para muridnya, tidak sekedar membaca kritik dari kritikus Fikih zaman sekarang, sehingga tidak obyektif. Akhirnya, Wallahu al-muwafiq ila aqwami at-thoriq, Wallahu a’lam bi as-shawaf. 
                                          DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi, Yusuf. Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan. Surabaya : Risalah Gusti. 2000. Cetakan Kedua.
 Al-‘Umri, Nadiah Syarif. Ijtihad al-Rasul. Beirut : Muassasah al-Risalah. 1981. Cetakan Pertama.
Asmani, Jamal Ma’mur. Fiqih Sosial Kiai Sahal Mahfudz Antara Konsep dan Implementasi. Surabaya : Khalista. 2007. Cetakan Pertama.
Al-Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh al-Islami Juz 2. Suriyah : Daarul Fikr. 2001. Cetakan kedua.
Syaiban, Kasuwi. Metode Ijtihad Ibnu Rusyd. Malang : Kutub Minar. 2005. Cetakan Pertama.
Hasbullah, Ali. Ushul al-Tasyri’ al-Islami. Suriyah : Daarul Fikr. 1997. Cetakan Ketujuh
Abdul Fatah, Rohadi. Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006. Edisi Kedua. Cetakan Pertama.
Al-Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh. Suriyah : Darul Fikr. 1990. Cetakan Pertama.


[1] Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fukhûl, hlm. 370
[2] . An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, I/209
[3] Dr. Abdul adhim d dib faridatullah al miraats. Daar anshar hlmn 48-50
[4] Dr. Yusuf qardhawi ijtihad kontemporer, cet risalah gusti hlmn 20
[5] Dr. Yusuf qardhawi ijtihad kontemporer, cet risalah gusti hlmn 60
[6] Dr. Yusuf qardhawi ijtihad kontemporer, cet risalah gusti hlmn 70

Categories:

One Response so far.

  1. Unknown says:

    Terimakasih atas penjelasannya, sehingga terlihat secara jelas, mana yang SUNNAH, dan mana yang BID'AH.

Leave a Reply